Hukum
Jual Beli Kredit (Cicilan) dan Uang Muka (Dp)
Jual
beli kredit dalam fiqih dikenal dengan istilah al-bai` bi ad-dain atau al-bai`
bi at-taqsith, atau al-bai’ li-ajal. Semuanya berarti jual beli dengan
penyerahan barang pada saat akad, tapi pembayarannya dilakukan secara tertunda.
Pembayaran tertunda ini dapat dilakukan sekaligus pada satu waktu, atau dicicil
(diangsur) dalam beberapa kali cicilan (tidak dibayar sekaligus dalam satu
waktu). Dalam jual beli kredit umumnya penjual menetapkan harga kredit yang
lebih mahal daripada harga kontan (cash). Misalnya, penjual menetapkan harga
sebuah sepeda motor seharga Rp 10 juta jika dibayar kontan, dan Rp 12 juta jika
dibayar kredit dalam jangka waktu tertentu.
Dalam
jual beli kredit ini penjual seringkali menetapkan uang muka (DP, down
payment). Dengan ketentuan, jika jual beli jadi, uang muka akan dihitung
sebagai bagian harga. Jika tidak jadi, uang muka tidak dikembalikan kepada
pembeli tapi menjadi hak penjual. Bolehkah jual beli kredit dan DP semacam ini?
Jumhur fuqaha
seperti ulama mazhab yang empat (Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, Hanabilah)
membolehkan jual beli kredit, meski penjual menjual barang dengan harga kredit
yang lebih mahal daripada harga kontan. Inilah pendapat yang kuat (rajih).
Dalil kebolehannya
adalah keumuman dalil-dalil yang telah membolehkan jual beli, misalnya QS
Al-Baqarah : 275 (artinya),”Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” Juga
berdasar sabda Nabi SAW,”Sesungguhnya jual beli itu adalah atas dasar saling
ridha.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Kata “jual beli”
ini bersifat umum, mencakup jual beli kredit. Diriwayatkan bahwa Thawus,
Al-Hakam, dan Hammad berkata bahwa tidaklah mengapa kalau penjual berkata
kepada pembeli,’Aku jual kontan kepadamu dengan harga sekian, dan aku jual
kredit kepadamu dengan harga sekian,’ lalu pembeli membeli dengan salah satu
dari dua harga itu.
Hukum Down Payment (DP) Dalam
Islam
0 komentar:
Posting Komentar